Thursday, November 22, 2007

Penduduk Surabaya Kemana ?

Seiring berjalannya waktu, kehidupan masyarakat modern saat ini divisualisasikan dengan orang – orang yang serba sibuk, anak – anak yang berlomba – lomba mengikuti bimbingan belajar, atau hiruk pikuk kemacetan yang menghiasi jalan – jalan kota. Keadaan seperti ini sering kita jumpai di kota – kota besar di Indonesia, salah satunya Surabaya.

Sebagai kota metropolis, Surabaya dipandang sebagai tempat bertemunya orang – orang berkompeten, para pengusaha sukses, dan mutu pendidikannya yang mempunyai grade diatas rata – rata sehingga banyak masyarakat diluar Surabaya termotivasi untuk mencoba mengadu nasib atau menimba ilmu disana.

Banyaknya masyarakat pendatang di Surabaya tampaknya sudah bercampur dengan penduduk asli Surabaya. Pada bidang sosial, di tingkat menengah keatas mayoritas yang mendudukinya adalah masyarakat pendatang,sedangkan untuk tingkat menengah kebawah diduduki oleh masyarakat asli Surabaya. Mengingat mahalnya biaya pendidikan saat ini, sekolah - sekolah di Surabaya pun dominan siswanya adalah siswa dengan kehidupan ekonomi menengah ke atas. Siswa dengan kondisi ekonomi menengah kebawah pasti akan kesulitan mendapatkan pendidikan yang layak.

Apabila kita soroti masyarakat – masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh di Surabaya, Anjal yang mengamen di persimpangan lampu merah demi segelintir uang. Jika kita mau mengetahui adakah diantara mereka yang benar – benar “asli” orang Surabaya?. Sebagian besar dari mereka pasti adalah orang ‘asli’ Surabaya. Orang – orang asli Surabaya juga banyak yang memilih untuk meninggalkan kotanya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, dan sekarang posisi mereka digantikan oleh “para pendatang”.

Dampak dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan menuntut setiap orang harus mempunyai SDM yang tinggi untuk mendapatkan sebuah kompensasi berupa kehidupan yang layak. Dan masyarakat pun mulai ber-urbanisasi, penduduk kota yang mempunyai SDM dibawah rata – rata kedudukannya mulai tergusur digantikan “pendatang” yang mempunyai tingkat SDM lebih tinggi, sehingga kehidupan penduduk “asli” tersebut tak jarang mendekati garis kemiskinan. Dengan kondisi nyata seperti ini sebenarnya menjadi tanggung jawab siapa?

No comments: